Kamis, 13 Januari 2011

Kemiskinan

,

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life (James. C.Scott, 1981), mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan.
Selama ini, kebijakan penanggulangan kemiskinan, didesain secara sentralistik oleh pemerintah pusat yang diwakili BAPPENAS. BAPPENAS merancang program penangulangan kemiskinan dengan dukungan alokasi dan distribusi anggaran dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan utang kepada Bank Dunia serta lembaga keuangan mmultinasional lainnya. Berkat alokasi anggaran yang memadai, pemerintah pusat menjalankan kebijakan sentralistik dengan program-program yang bersifat karitatif. Sejak tahun 1970-an di bawah kebijakan economic growth sampai dengan sekarang, pemerintah pusat menjadikan desa sebagai obyek dari seluruh proyek yang dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, pemerintah pusat menjalankan program-programnya dalam bentuk: (1) menurunkan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan melalui bantuan kredit, jaminan usaha dan pengadaan sarana dan prasarana di desa seperti PUSKESMAS, INPRES, KUD, dan sebagainya; (2) mengusahakan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat miskin melalui distribusi sembako yang dibagikan secara gratis kepada penduduk miskin; (3) mengusahakan pelayanan kesehatan yang memadai dengan menyebarkan tenaga-tenaga kesehatan ke desa dan pengadaan obat-obatan melalui PUSKESMAS; (4) mengusahakan penyediaan fasilitas pendidikan dasar dengan memperbanyak pendirian sekolah-sekolah INPRES; (5) menyediakan kesempatan bekerja dan berusaha melalui proyek-proyek perbaikan sarana dan prasarana milik pemerintah, penyediaan kredit dan modal usaha yang diberikan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat miskin; (6) memenuhi kebutuhan perumahan dan sanitasi dengan memperbanyak penyediaan rumah-rumah sederhana untuk orang miskin; (7) mengusahakan pemenuhan air bersih dengan pengadaan PAM; (8) menyediakan sarana listrik masuk desa, sarana telekomunikasi dan sejenisnya; dan sebagainya. Berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah tersebut, lebih banyak menuai kegagalan dibandingkan dengan keberhasilannya.
Dilihat dari kegagalan program penanggulangan kemiskinan selama ini, strategi dan kebijakan alternative menanggulangi kemiskinan desa dapat dilakukan dengan cara :
(1)Memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat desa untuk memperoleh layanan pendidikan yang memadai, secara gratis dan cuma-cuma.
(2)Redistribusi lahan dan modal pertanian yang seimbang.
(3)Memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat miskin yang terbelakang dengan system layanan kesehatan gratis dan memperbanyak PUSKESMAS dan unit-unit layanan kesehatan lainnya.
(4)Memperkuat komitmen eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki tatanan pemerintahan.
(5)Mendorong agenda pembangunan daerah yang memprioritaskan pemberantasan kemiskinan sebagai skala prioritas utama.

Berbagai program dan kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut, membutuhkan usaha yang serius untuk melaksanakannya. Disamping itu diperlukan komitmen pemerintah dan semua pihak untuk melihat kemiskinan sebagai masalah fundamental yang harus ditangani dengan baik, berkelanjutan dan dengan dukungan anggaran yang jelas.

Sumber Referensi : http://www.ekonomirakyat.org/edisi_22/artikel_6.htm

READ MORE - Kemiskinan

Pertentangan Sosial

,
Sebagian dari akar permasalahan dari pertentangan sosial adalah kondisi sosial-ekonomi-politik, tingkat pendidikan, tingkat pendalaman agama, terbentuknya mentalitas dan moralitas yang dilandasi ketidakdewasaan perilaku sosial psikologis, lingkungan yang ada dalam masyarakat itu sendiri kurang kondusif. Kondisi yang digambarkan tersebut menggiring ke arah perlunya mempedulikan persoalan moralitas secara lebih serius. Ini mengimplikasikan perlunya pembenahan yang serius pada wilayah moral. Salah satu aspek yang subtansial adalah pengenalan dan penanaman nilai-nilai kebenaran dan kesalahan atau kebaikan dan keburukan yang terdapat dalam suatu tindakan. Dan ini bisa dilakukan melalui pendidikan, baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pertentangan antar kelompok masyarakat telah menjurus pada gejala-gejala disintegrasi bangsa, yang berujung pada bentrokan fisik dengan atau tanpa senjata. Ini telah menjadi cara pemecahan masalah' bagi sebagian masyarakat di negeri yang sesungguhnya sangat menjunjung tinggi rasa kemanusiaan serta persatuan dan kesatuan bangsa. Konflik
sosial yang telah mengorbankan nyawa dan harta benda seperti yang terjadi di Ambon, Sambas, atau "perang" antarpelajar di Bogor belakangan ini telah menorehkan guratan luka psikologis-sosial dalam lintasan sejarah peradaban masyarakat Indonesia pasca Orde Baru, yang hingga saat ini nampaknya masih belum beranjak dari masa transisi. Ini sungguh ironis terjadi dalam masyarakat yang berfalsafah hidup Pancasila.

Akar permasalahan Mencermati berbagai konflik sosial yang merebak belakangan ini, beberapa asumsi dapat diketengahkan untuk lebih memahami akar permasalahannya.Pertama, kondisi sosial-ekonomipolitik yang sudah menjurus pada chaos telah membentuk sikap dan perilaku masyarakat yang sulit diduga. Apalagi ada pihak-pihak tertentu yang "mengobok-obok" dengan memancing di air keruhmemanfaatkan situasi sesuai dengan kepentingan primordialnya, baik kepentingan yang berhubungan dengan karir atau petualangan politik maupun sekadar keuntungan ekonomi. Kedua, tingkat pendidikan sebagian masyarakat yang kurang menyebabkan mudah sekali tersulut isu-isu yang tidak bertanggung jawab dan provokasi-provokasi (baik yang terorganisir maupun yang spontan) dari pihakpihak yang memanfaatkan situasi untuk memecah belah dan mengambil keuntungan politis dari situasi itu. Ketiga, tingkat pendalaman agama yang lebih mengutamakan dimensi ritual seremonial telah menyebabkan kurang terinternalisasikannya nilai-nilai keagamaan dalam pribadi kolektif masyarakat. Lebih jauh, kondisi ini mengakibatkan munculnya fanatisme berlebihan atau justru fanatisme semu yang seolah-olah membela kepentingan agama tetapi sesungguhnya yang dibela adalah kepentingan diri sendiri yang jauh dari ajaran agama.

Akibat lebih jauh dari pertentangan social dimasyarakat ini adalah keengganan mengulurkan bantuan karena telah tumpulnya rasa solidaritas sosial serempak dengan makin mengedepannya pertimbangan untung-rugi. Untuk mengantisipasi kondisi itu, di lingkungan keluarga para orang tua dan orang dewasa perlu memfungsikan dirinyauntuk memupuk keberanian anak dengan mengkondisikannya pada situasi yang memungkinkan anak mengemukakan pendapatnya tanpa kendala hirarki yang berlebihan. Selain itu, perlu juga dibiasakan untuk secara langsung mempraktikkan kegiatan-kegiatan yang sifatnya sosial. Ini bisa diperkuat di sekolah. Fungsi guru dalam konteks ini adalah sebagai pendidik moral bagi murid. Oleh karena itu kita harus memupuk rasa solidaritas kita guna menciptakan kehidupan yang damai dan rukun, seperti halnya yang tercantum pada Pancasila point ke 2, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, seharusnya hal tersebutlah yang harus kita jadikan pedoman.


Sumber referensi :

http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=6

READ MORE - Pertentangan Sosial
 

Usman_blog's Copyright © 2011 -- Template created by Usman Gumanti -- Powered by Blogger Templates