Kamis, 13 Januari 2011

Pertentangan Sosial

,
Sebagian dari akar permasalahan dari pertentangan sosial adalah kondisi sosial-ekonomi-politik, tingkat pendidikan, tingkat pendalaman agama, terbentuknya mentalitas dan moralitas yang dilandasi ketidakdewasaan perilaku sosial psikologis, lingkungan yang ada dalam masyarakat itu sendiri kurang kondusif. Kondisi yang digambarkan tersebut menggiring ke arah perlunya mempedulikan persoalan moralitas secara lebih serius. Ini mengimplikasikan perlunya pembenahan yang serius pada wilayah moral. Salah satu aspek yang subtansial adalah pengenalan dan penanaman nilai-nilai kebenaran dan kesalahan atau kebaikan dan keburukan yang terdapat dalam suatu tindakan. Dan ini bisa dilakukan melalui pendidikan, baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pertentangan antar kelompok masyarakat telah menjurus pada gejala-gejala disintegrasi bangsa, yang berujung pada bentrokan fisik dengan atau tanpa senjata. Ini telah menjadi cara pemecahan masalah' bagi sebagian masyarakat di negeri yang sesungguhnya sangat menjunjung tinggi rasa kemanusiaan serta persatuan dan kesatuan bangsa. Konflik
sosial yang telah mengorbankan nyawa dan harta benda seperti yang terjadi di Ambon, Sambas, atau "perang" antarpelajar di Bogor belakangan ini telah menorehkan guratan luka psikologis-sosial dalam lintasan sejarah peradaban masyarakat Indonesia pasca Orde Baru, yang hingga saat ini nampaknya masih belum beranjak dari masa transisi. Ini sungguh ironis terjadi dalam masyarakat yang berfalsafah hidup Pancasila.

Akar permasalahan Mencermati berbagai konflik sosial yang merebak belakangan ini, beberapa asumsi dapat diketengahkan untuk lebih memahami akar permasalahannya.Pertama, kondisi sosial-ekonomipolitik yang sudah menjurus pada chaos telah membentuk sikap dan perilaku masyarakat yang sulit diduga. Apalagi ada pihak-pihak tertentu yang "mengobok-obok" dengan memancing di air keruhmemanfaatkan situasi sesuai dengan kepentingan primordialnya, baik kepentingan yang berhubungan dengan karir atau petualangan politik maupun sekadar keuntungan ekonomi. Kedua, tingkat pendidikan sebagian masyarakat yang kurang menyebabkan mudah sekali tersulut isu-isu yang tidak bertanggung jawab dan provokasi-provokasi (baik yang terorganisir maupun yang spontan) dari pihakpihak yang memanfaatkan situasi untuk memecah belah dan mengambil keuntungan politis dari situasi itu. Ketiga, tingkat pendalaman agama yang lebih mengutamakan dimensi ritual seremonial telah menyebabkan kurang terinternalisasikannya nilai-nilai keagamaan dalam pribadi kolektif masyarakat. Lebih jauh, kondisi ini mengakibatkan munculnya fanatisme berlebihan atau justru fanatisme semu yang seolah-olah membela kepentingan agama tetapi sesungguhnya yang dibela adalah kepentingan diri sendiri yang jauh dari ajaran agama.

Akibat lebih jauh dari pertentangan social dimasyarakat ini adalah keengganan mengulurkan bantuan karena telah tumpulnya rasa solidaritas sosial serempak dengan makin mengedepannya pertimbangan untung-rugi. Untuk mengantisipasi kondisi itu, di lingkungan keluarga para orang tua dan orang dewasa perlu memfungsikan dirinyauntuk memupuk keberanian anak dengan mengkondisikannya pada situasi yang memungkinkan anak mengemukakan pendapatnya tanpa kendala hirarki yang berlebihan. Selain itu, perlu juga dibiasakan untuk secara langsung mempraktikkan kegiatan-kegiatan yang sifatnya sosial. Ini bisa diperkuat di sekolah. Fungsi guru dalam konteks ini adalah sebagai pendidik moral bagi murid. Oleh karena itu kita harus memupuk rasa solidaritas kita guna menciptakan kehidupan yang damai dan rukun, seperti halnya yang tercantum pada Pancasila point ke 2, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, seharusnya hal tersebutlah yang harus kita jadikan pedoman.


Sumber referensi :

http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=6

0 komentar to “Pertentangan Sosial”

Posting Komentar

 

Usman_blog's Copyright © 2011 -- Template created by Usman Gumanti -- Powered by Blogger Templates